Rabu, 13 April 2011

Cirebon, sejarah singkat

From: “Lukman Hakim” <Lukman.Hakim@sxxx.co.id>Subject: sajarah Cirebon Date: Thursday, May 19, 2005 5:39

Mengawali cerita sejarah ini sebagai Purwadaksina, Purwa Kawitan Daksina Kawekasan, tersebutlah kerajaan besar di kawasan barat pulau Jawa PAKUAN PAJAJARAN yang Gemah Ripah Repeh Rapih Loh Jinawi Subur Kang Sarwa Tinandur Murah Kang Sarwa Tinuku, Kaloka Murah Sandang Pangan Lan Aman Tentrem Kawontenanipun. Dengan Rajanya JAYA DEWATA bergelar SRI BADUGA MAHARAJA PRABU SILIWANGI Raja Agung, Punjuling Papak, Ugi Sakti Madraguna, Teguh Totosane Bojona Kulit Mboten Tedas Tapak Paluneng Pande, Dihormati, disanjung Puja rakyatnya dan disegani oleh lawan-lawannya.Raja Jaya Dewata menikah dengan Nyai Subang Larang dikarunia 2 (dua) orang putra dan seorang putri, Pangeran Walangsungsang yang lahir pertama tahun 1423 Masehi, kedua Nyai Lara Santang lahir tahun 1426 Masehi. Sedangkan Putra yang ketiga Raja Sengara lahir tahun 1428 Masehi. Pada tahun 1442 Masehi Pangeran Walangsungsang menikah dengan Nyai Endang Geulis Putri Ki Gedheng Danu Warsih dari Pertapaan Gunung Mara Api. Mereka singgah di beberapa petapaan antara lain petapaan Ciangkup di desa Panongan (Sedong <http://www.kabcirebon.go.id/kecamatan.ku?di=sedong> ), Petapaan Gunung Kumbang di daerah Tegal dan Petapaan Gunung Cangak di desa Mundu <http://www.kabcirebon.go.id/kecamatan.ku?di=mundu> Mesigit, yang terakhir sampe ke Gunung Amparan Jati dan disanalah bertemu dengan Syekh Datuk Kahfi yang berasal dari kerajaan Parsi. Ia adalah seorang Guru Agama Islam yang luhur ilmu dan budi pekertinya. Pangeran Walangsungsang beserta adiknya Nyai Lara Santang dan istrinya Nyai Endang Geulis berguru Agama Islam kepada Syekh Nur Jati dan menetap bersama Ki Gedheng Danusela adik Ki Gedheng Danuwarsih. Oleh Syekh Nur Jati, Pangeran Walangsungsang diberi nama Somadullah dan diminta untuk membuka hutan di pinggir Pantai Sebelah Tenggara Gunung Jati (Lemahwungkuk sekarang). Maka sejak itu berdirilah Dukuh Tegal Alang-Alang yang kemudian diberi nama Desa Caruban (Campuran) yang semakin lama menjadi ramai dikunjungi dan dihuni oleh berbagai suku bangsa untuk berdagang, bertani dan mencari ikan di laut.
Danusela (Ki Gedheng Alang-Alang) oleh masyarakat dipilih sebagai Kuwu yang pertama dan setelah meninggal pada tahun 1447 Masehi digantikan oleh Pangeran Walangsungsang sebagai Kuwu Carbon yang kedua bergelar Pangeran Cakrabuana. Atas petunjuk Syekh Nur Jati, Pangeran Walangsungsang dan Nyai Lara Santang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah.

Pangeran Walangsungsang mendapat gelar Haji Abdullah Iman dan adiknya Nyai Lara Santang mendapat gelar Hajah Sarifah Mudaim, kemudian menikah dengan seorang Raja Mesir bernama Syarif Abullah. Dari hasil perkawinannya dikaruniai 2 (dua) orang putra, yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Sekembalinya dari Mekah, Pangeran Cakrabuana mendirikan Tajug dan Rumah Besar yang diberi nama Jelagrahan, yang kemudian dikembangkan menjadi Keraton Pakungwati (Keraton Kasepuhan sekarang) sebagai tempat kediaman bersama Putri Kinasih Nyai Pakungwati. Stelah Kakek Pangeran Cakrabuana Jumajan Jati Wafat, maka Keratuan di Singapura tidak dilanjutkan (Singapura terletak + 14 Km sebelah Utara Pesarean Sunan Gunung Jati) tetapi harta peninggalannya digunakan untuk bangunan Keraton Pakungwati dan juga membentuk prajurit dengan nama Dalem Agung Nyi Mas Pakungwati. Prabu Siliwangi melalui utusannya, Tumenggung Jagabaya dan Raja Sengara (adik Pangeran Walangsungsang), mengakat Pangeran Carkrabuana menjadi Tumenggung dengan Gelar Sri Mangana.

Pada Tahun 1470 Masehi Syarif Hiyatullah setelah berguru di Mekah, Bagdad, Campa dan Samudra Pasai, datang ke Pulau Jawa, mula-mula tiba di Banten kemudian Jawa Timur dan mendapat kesempatan untuk bermusyawarah dengan para wali yang dipimpin oleh Sunan Ampel. Musyawarah tersebut menghasilkansuatu lembaga yang bergerak dalam penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa dengan nama Wali Sanga.

Sebagai anggota dari lembaga tersebut, Syarif Hidayatullah datang ke Carbon untuk menemui Uwaknya, Tumenggung Sri Mangana (Pangeran Walangsungsang) untuk mengajarkan Agama Islam di daerah Carbon dan sekitarnya, maka didirikanlah sebuah padepokan yang disebut pekikiran (di Gunung Sembung sekarang)

Setelah Suna Ampel wafat tahun 1478 Masehi, maka dalam musyawarah Wali Sanga di Tuban, Syarif Hidayatullah ditunjuk untuk menggantikan pimpinan Wali Sanga. Akhirnya pusat kegiatan Wali Sanga dipindahkan dari Tuban ke Gunung Sembung di Carbon yang kemudian disebut puser bumi sebagai pusat kegiatan keagamaan, sedangkan sebagai pusat pemerintahan Kesulatan Cirebon berkedudukan di Keraton Pakungwati dengan sebutan GERAGE. Pada Tahun 1479 Masehi, Syarif Hidayatullah yang lebih kondang dengan sebutan Pangeran Sunan Gunung Jati menikah dengan Nyi Mas Pakungwati Putri Pangeran Cakrabuana dari Nyai Mas Endang Geulis. Sejak saat itu Pangeran Syarif Hidayatullah dinobatkan sebagai Sultan Carbon I dan menetap di Keraton Pakungwati.

Sebagaimana lazimnya yang selalu dilakukan oleh Pangeran Cakrabuana mengirim upeti ke Pakuan Pajajaran, maka pada tahun 1482 Masehi setelah Syarif Hidayatullah diangkat menajdi Sulatan Carbon membuat maklumat kepada Raja Pakuan Pajajaran PRABU SILIWANGI untuk tidak mengirim upeti lagi karena Kesultanan Cirebon sudah menjadi Negara yang Merdeka. Selain hal tersebut Pangeran Syarif Hidayatullah melalui lembaga Wali Sanga rela berulangkali memohon Raja Pajajaran untuk berkenan memeluk Agama Islam tetapi tidak berhasil. Itulah penyebab yang utama mengapa Pangeran Syarif Hidayatullah menyatakan Cirebon sebagai Negara Merdeka lepas dari kekuasaan Pakuan Pajajaran.

Peristiwa merdekanya Cirebon keluar dari kekuasaan Pajajaran tersebut, dicatat dalam sejarah tanggal Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang Sakakala, bertepatan dengan 12 Shafar 887 Hijiriah atau 2 April 1482 Masehi yang sekarang diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Cirebon.

Sejarah berdirinya Desa Kedung Dalem
Ugie Mystclouds | 09:50 | 0 komentar
Perkawinan Sunan Gunung Jati dengan dewi tala putri Ki Gede Tepak dikaruniai dua orang, yaitu Pangeran Surakaca dan Pangeran Pringgabaya. Pangeran pringgabaya semula hidup di pengembaraannya dijawa tengah, kemudian pulang ke Cirebon. Di tengah perjalanan (dihutan roban pekalongan) ia bertemu dengan pangeran gesang keterunan prabu Brawijaya dari majapahit yang memliki keris bernama si Gagak. Dalam melanjutkan perjalanannya, mereka bertemu dengan ular lempe, ular laut yang sangat berbisa di pantai laut jawa.
Pangeran Pringgabaya berkelahi dengan ular lempe hingga ular tesebut dan dapat dikalahkannya. Setelah dibantingkan, Ular lempe kemudian berubah bentuk menjadi sebuah keris “si lemped”. Sekarang tangkai si lemped berada di desa bayalangu kidul, kerisnya di desa kapringan.
Setelah pangeran pringgabaya dan pangerang gesang tiba dikeraton pakungwati Cirebon, mereka di tugaskan untuk tinggal di dua tempat yang berbeda. Pangeran pringgabaya ditugaskan didaerah kapringan (sekarang termasuk kecamatan krangken, indramayu), dan pangeran gesang di gegesik ( sekarang Gegesik kidul, kecamatan Gegesik kabupaten Cirebon), hingga mereka membangun pedukuhan masing-masing.
Pangeran gesang mempunyai tiga orang putra:
1.Pangeran Durakhman ( Ki Ageng Guwa ).
2.Pangerang Jagabaya ( Ki Jagapura).
3.Nyi Mertsari ( Nyi Ageng Gegesik).
Pangeran pringgabaya berputrakan pangeran dayalautan yang menurunkan keturunan yang bernama Ki Maspa. Selanjutnya Ki Maspa mempunyai anak bernama Ki Warsiki. Dengan demikian Ki Warsiki adalah keturunan keempat Sunan Gunung Jati (cicit P. Pringgabaya).
Sudah menjadi tradisi keratin pangkuwati apabila setiapminggu para ki Gede atau putra-putrinya wajib melaksanakan piket untuk menjaga barang-barang jimat di gedung jinem. Ketika pangeran warsiki (ki warsiki)mendapat giliran piket, kebetulan piketnya bersamaan dengan giliran putrid megu anak ki gede megu. Kesempatan piket bersama ini mereka lakukan dengan besenda gurau, bercanda ria diselingi gelak tawa, sehingga menarik perhatian pinangeran keraton dan memandang keduannya yang sedang dimabuk asmara itu melakukan pelanggaran.
Kejadian itu di laporkan para pinarengan kepada sultan. Sultan marah, lalu mereka dinikahkan dan dibuang kesuatu daerah yang disitu ada kolam yang sangat edalam dan ditepinya terdapat “KEDUNG GEMPOL”. (konon merka ditembak dengan senjata rantai dan terbang terbawa senjata itu, kemudian jatuh ditepi kolam yang dalam).
Ki warsiki dan putri megu dikaruniai dua orang anak yaitu:
1.Pangeran Jaka Dolog atau Ki Slonto, tinggal di kapringan.
2.Pangeran Jalaksana, tinggal di penganjang indramayu. Pangeran jalaksana menikah dengan putri penganjang.
Ki warsiki menikah lagi dengan putri bayalangu, tetapi tidak dikaruniai anak. Ki warsiki didamping kedua istrinya hidup bahagia dan tentram, sehingga saat membangun pedukuhan Kedungdalem yang maju dan penduduknya terus bertambah yang berdatangan dari pedukuhan lain, seperti dari Arjawinangun, Gegesik dan karangsembung. Ki warsiki memimpin dengan adil dan bijaksana, senatiasa menjalin hubungan kerja sama dengan pedukuhan lain.
Setiap sultan Cirebon Mbah Kuwu sangkan atau pangeran cakra buana atau disebut juga H. Abdul Imam berkeliling ke daerah, beliau sering menyempatkan singgah di tempat ki warsiki. Jika tiba waktu sholat, beliau mengambil air wudlu di kolam yang dalam itu. Kemudian ki warsiki member nama pedukuhan itu “KEDUNG DALEM”, artinya tempat orang-orang keraton singgah.
1.KEDUNG = KOLAM DALEM = DALAM (jero – Bhs.JAWA)
2.KEDUNG = TEMPAT SINGGAH DALEM = Orang-oarang keraton (abdi dalem)
Desa kedung dalem terletak kira-kira 30 km sebelah barat laut kota Cirebon, dan termasuk wilayah kecamatan GEGESIK, didirikan oleh Bekel Sal ( H. Abdul Majid), pda tahun 1925.
Bekel Sal adalah seorang tuan tanah yang kaya raya. Ia mempunyai tanah yang sangat luas di daerah Karangampel, Kapetakan, Dukuh. Ia sering membayar Upeti kepda Residen Belanda di Cirebon dengan enam kwintal beras ketan dan dua puluh tujuh ekor sapi. Ia mendapat surat keputusan sebagai kepal desa pada 1925 dari residen belanda. Sebelum menjadi kedungdalem, wilyah initerdiri dari 4 bagian daerah, yaitu :
1.Blok Santrok Lor, dulunya termasuk desa gegesik lor.
2.Blok Santrok Kidul, dulunya termasuk desa gegesik wetan
3.Blok Kedung Tengah, dulunya termasuk desa bayalangu kidul.
4.Blok Kedung lor, dulunya termasuk desa bayalangu Lor.
Nama Santrok berasal dari kata(“nyanting”=nyanggrok/menyangkut), yaitu ketika terjadi perng kedongdong banyak yang meninggal dan mayatnya terbawa hanyut di sungai ciwaringin. Mayat-mayat itu tersangkut di suatu tempat yang akhirnya tempat itu disebut Santrog/Santrok. Mayat-mayat itu di kubur dipekuburan Kibuyut Radegan atau kibuyut sar /ki buyut bandung.
Disebut kibuyut bandung atau kibuyut sar karena di tempat itu ( di sebelah sungai ciwaringin kedung dalem ) terdpat kunuran buyut resijan yang berasal dari bandung, dan buyut sar (nyi sar. Nyi sar berasal dari bode, yang keduanya menetap di kedung dalem.